Friday, January 8, 2010

By The River Piedra I Sat Down And Wept [21-22]

Kau harus mengambil resiko, ia berkata. Kita hanya dapat memahami keajaiban hidup sepenuhnya jika kita mengizinkan hal-hal tak terduga untuk terjadi.
Setiap hari, Tuhan memberi kita matahari --juga satu saat ketika kita mampu mengubah segala sesuatu yang membuat kita tidak bahagia. Setiap hari, kita berpura-pura belu mengalaminya, menganggap saat itu tidak ada-- bahwa hari ini sama dengan kemarin dan tidak akan berbeda dengan hari esok. Namun jika setiap hari manusia sungguh-sungguh memperhatikan kehidupannya, mereka akan menemukan saat magis itu. Saat itu bisa saja muncul ketika kita melakukan sesuatu yang remeh, seperti menyelipkan anak kunci pintu muka ke lubangnya; saat itu juga bisa bersembunyi dalam keheningan sesudah makan siang, atau dalam seribu satu hal yang bagi kita tampak sama saja. Tapi saat itu ada --saat ketika segenap kekuatan bintang menjadi bagian dari diri kita dan memungkinkan kita menciptakan mukjizat.
Kebahagiaan terkadang adalah berkat, namun lebih sering berupa penaklukan. Saat magis membantu kita berubah dan mengantar kita mencari mimpi-mimpi kita. Benar, kita akan menderita, kita akan menghadapi  masa-masa sulit, dan kita akan megalami banyak kekecewaan-- namun semua ini hanya sementara; tidak akan meninggalkan bekas yang kekal. Dan suatu hari kelak kita akan menoleh, dan memandang perjalanan yang telah kita tempuh itu dengan penuh kebanggaan dan keyakinan.
Betapa malangnya orang yang takut mengambil risiko . Mungkin orang ini takkan pernah kecewa, mungkin ia takkan menderita layaknya orang yang mengejar impiannya. Namun ketika orang ini menoleh --dan pada saat titik dalam hidupnya, setiap manusia pasti akan menoleh ke belakang-- ia akan mendengar hatinya berkata "Apa yang kaulakukan dengan semua mukjizat yang Tuhan berikan dalam hidupmu? Apa yang kaulakukan dengan semua karunia yang Tuhan limpahkan padamu? Kau mengubur  dirimu di dalam gua karena takut kehilangan karunia-karunia itu. Jadi, inilah yang kauwarisi: bahwa kau telah menyianyiakan hidupmu."
Betapa malangnya orang-orang yang harus menyadari hal ini. Karena ketika mereka akhirnya percaya pada mukjizat, saat-saat magis dalam hidup mereka telah berlalu.


[hal 21-23, Indonesian Version]


'By The River Piedra I Sat Down And Wept' by Paulo Coelho

No comments: